Beberapa minggu belakangan, layar kaca dan berbagai portal berita tengah diselimuti berita duka. Sejumlah seniman hingga petinggi
negara berpulang menghadap Sang Pencipta. Kebetulan, salah satu orang terdekatku juga
belum lama meninggal dunia. Sebuah lagu yang kerap kuputar di sela pekerjaan
atau di tengah perjalanan akhir-akhir ini pun mencuri perhatianku lebih dari
biasanya ; ada sepenggal liriknya yang tak bisa lepas terngiang di kepala :
"Cukuplah sebuah nasihat untuk yang bernyawa itu kematian.
Cukuplah tipu dan muslihat nikmat waktu luang, kesehatan…" (*)
Hari demi hari, kematian seolah ingin menyapaku--atau kita--yang
telah lama abai terhadap kehadirannya. Seolah-olah ia bukan sesuatu yang
niscaya dan tak akan hadir dalam waktu dekat, setidaknya bukan untuk menghampiri
kita. Padahal, ia senantiasa menunggu di persimpangan jalan, mengintip jam
tangannya seraya berkata :
"Jam sekian, si (...isi nama...) gua jemput dah".
Lantas, apa yang tengah kita lakukan kala itu?
...
Aku menganalogikan sosok malaikat pencabut nyawa sebagai seorang
teman backpacking yang tengah
menunggu kita belanja perbekalan di toserba sambil merokok di parkiran.
"Bentar
yakk," ujar kita.
"Iye buru. Beli yang perlu-perlu aja ", balasnya.
Sesampainya di dalam--karena itu toserba terakhir yang akan
dijumpai sebelum perjalanan dimulai--kalaplah kita :
“…widihh, enak nih aromanis buat di jalan! Eh, habis itu kan ntar
haus…hm…beli minumnya ah sekalian. Minumnya kopi dingin kali yaa, biar di jalan nggak ngantuk?? Lah, tapi ntar kerongkongan
makin seret…yaudah ni teh bot*l gua beli dah sekalian.
Eh eh bentarrr, gua ntar
bakal naik elf kan ya? Ah, mendingan sekalian beli masker sama parfum dah, biar
nggak bau keringetan. Abis itu dilap ama tisu basah terus sisiran. Cling lagi
deh. Beli juga ah tisu, parfum ama sisirnya! Mmm…ini sendal jepit perlu nggak
ya…siapa tau ni sendal cebanan gua putus di jalan. Yaudah deh. ambil semua.
Yah! Duit gua gak cukuppp. Eh tuh ada dompet nongol! Gua comot
ga bakal ketauan lah ya…hehehe. "
Sadar akan waktu yang terbatas, teman kita mengetuk pintu kaca
toserba. Kita yang tengah sibuk mengutil dompet orang untuk membayar seluruh
belanjaan pun abai terhadap pertandanya.
Dan tak lama, ia telah berdiri di belakang, menepuk bahu
kita:
"Yuk cabut. Belanja apaan aja lu?"
"Gak perluuuu!! Banyak ama belanjaan lau! Orang kita cuma
perlu air sama rotii," ujarnya marah. "Kan udah gua bilang, bawa
bekel secukupnya, biar gak bikin berat di jalan! Yaudah buru bayar, abis itu
cabut. Tuh elf udah nunggu di depan!”
Sembari bersungut-sunggut, kita pun bergegas membayar
seluruh belanjaan.
"Yailahhh pake duit colongan pula," ia geleng-geleng
kepala.
Kita berjalan tertatih dengan beban kantung-kantung plastik belanjaan yang ditenteng di kedua tangan. Sebagian barang tercecer di jalanan.
Kita berjalan tertatih dengan beban kantung-kantung plastik belanjaan yang ditenteng di kedua tangan. Sebagian barang tercecer di jalanan.
"Mana air putih sama roti?,” tanya sang teman.
"Astagfirullah aladziim! Lupaaaa!"
"Alahh.. udah nggak guna istighfar lu… ini elf udah jalan.
Gak ada lagi toserba sepanjang desa nanti. Udah gua bilang, belanja secukupnya,
beli seperlunya, ambil yang bener-bener diperluin. Sisanya cuma ngebuat lu
berat dan terbebani sepanjang jalan. Belum lagi kalo ketemu orang yang duitnya
lu copet, minta pertanggungjawaban. Idih, lu kasih dah tuh sisir ama
tisu..."
...
"To the well
-organized mind, death is but the next big adventure." ujar JK
Rowlling suatu ketika.
Begitulah bagiku kematian. Untuk yang sadar dirinya telah
ditunggu teman dan dinanti elf untuk sebuah pengembaraan panjang, tentu ia tak menghabiskan
waktunya berlama lama di toserba--yakni alam dunia--dengan barang tak jelas
guna ;
Ambil yang perlu, secukupnya, sesuai ketetapan -Nya. Jangan
terjebak bujuk rayu toserba dengan segala manis kembang gula. Sakit gigi kau
dibuatnya. (Lagipula, kemana kau bisa cari klinik gigi di alam baka?)
Dan, tak perlu cemas gelagapan bila sang "teman" memanggilmu,
menepuk bahu, dan mengajak pergi. Toh, kita hendak melanjutkan perjalanan
dari sebuah toserba sempit di simpang jalan menuju hamparan luas bukit hijau
dan padang-ilalang yang menyimpan sejuta rahasia beserta kemungkinan.
Doakan saja, agar mereka yang tengah mengembara mendahului kita
dari “toserba” menemukan jalan terang menuju haribaan-Nya...
Semoga.
*lirik lagu “Berlayar di Daratan”-Semakbelukar
** foto ilustrasi : freeimages.com