Wednesday 20 May 2015

Bila Ajal Menjemputmu di Toserba, Apa yang Kau Bawa Serta?



Beberapa minggu belakangan, layar kaca dan berbagai portal berita tengah diselimuti berita duka. Sejumlah seniman hingga petinggi negara berpulang menghadap Sang Pencipta.  Kebetulan, salah satu orang terdekatku juga belum lama meninggal dunia. Sebuah lagu yang kerap kuputar di sela pekerjaan atau di tengah perjalanan akhir-akhir ini pun mencuri perhatianku lebih dari biasanya ; ada sepenggal liriknya yang tak bisa lepas terngiang di kepala :

"Cukuplah sebuah nasihat untuk yang bernyawa itu kematian. Cukuplah tipu dan muslihat nikmat waktu luang, kesehatan…" (*)

Hari demi hari, kematian seolah ingin menyapaku--atau kita--yang telah lama abai terhadap kehadirannya. Seolah-olah ia bukan sesuatu yang niscaya dan tak akan hadir dalam waktu dekat, setidaknya bukan untuk menghampiri kita. Padahal, ia senantiasa menunggu di persimpangan jalan, mengintip jam tangannya seraya berkata :

"Jam sekian, si (...isi nama...) gua jemput dah".

Lantas, apa yang tengah kita lakukan kala itu?

                                                                          ...

Aku menganalogikan sosok malaikat pencabut nyawa sebagai seorang teman backpacking yang tengah menunggu kita belanja perbekalan di toserba sambil merokok di parkiran.

"Bentar yakk," ujar kita.
"Iye buru. Beli yang perlu-perlu aja ", balasnya.

Sesampainya di dalam--karena itu toserba terakhir yang akan dijumpai sebelum perjalanan dimulai--kalaplah kita :

“…widihh, enak nih aromanis buat di jalan! Eh, habis itu kan ntar haus…hm…beli minumnya ah sekalian. Minumnya kopi dingin kali yaa,  biar di jalan nggak ngantuk?? Lah, tapi ntar kerongkongan makin seret…yaudah ni teh bot*l  gua beli dah sekalian.
Eh eh bentarrr,  gua ntar bakal naik elf kan ya? Ah, mendingan sekalian beli masker sama parfum dah, biar nggak bau keringetan. Abis itu dilap ama tisu basah terus sisiran. Cling lagi deh. Beli juga ah tisu, parfum ama sisirnya! Mmm…ini sendal jepit perlu nggak ya…siapa tau ni sendal cebanan gua putus di jalan. Yaudah deh. ambil semua. 
Yah! Duit gua gak cukuppp. Eh tuh ada dompet nongol! Gua comot ga bakal ketauan lah ya…hehehe. " 

Sadar akan waktu yang terbatas, teman kita mengetuk pintu kaca toserba. Kita yang tengah sibuk mengutil dompet orang untuk membayar seluruh belanjaan pun abai terhadap pertandanya.
Dan tak lama, ia telah berdiri di belakang, menepuk bahu kita: 

"Yuk cabut. Belanja apaan aja lu?"

Kaget dan tersentak, walhasil kita serta merta menjawab gelagapan, "hehe..ini..gua bawa bekel buat jaga-ja..."
"Gak perluuuu!! Banyak ama belanjaan lau! Orang kita cuma perlu air sama rotii," ujarnya marah. "Kan udah gua bilang, bawa bekel secukupnya, biar gak bikin berat di jalan! Yaudah buru bayar, abis itu cabut. Tuh elf udah nunggu di depan!”

Sembari bersungut-sunggut, kita pun bergegas  membayar seluruh belanjaan.
"Yailahhh pake duit colongan pula," ia geleng-geleng kepala. 

Kita berjalan tertatih dengan beban kantung-kantung plastik belanjaan yang ditenteng di kedua tangan. Sebagian barang tercecer di jalanan.

"Mana air putih sama roti?,” tanya sang teman.
"Astagfirullah aladziim! Lupaaaa!"
"Alahh.. udah nggak guna istighfar lu… ini elf udah jalan. Gak ada lagi toserba sepanjang desa nanti. Udah gua bilang, belanja secukupnya, beli seperlunya, ambil yang bener-bener diperluin. Sisanya cuma ngebuat lu berat dan terbebani sepanjang jalan. Belum lagi kalo ketemu orang yang duitnya lu copet, minta pertanggungjawaban. Idih, lu kasih dah tuh sisir ama tisu..." 

...

"To the well -organized mind, death is but the next big adventure." ujar JK Rowlling suatu ketika.

Begitulah bagiku kematian. Untuk yang sadar dirinya telah ditunggu teman dan dinanti elf untuk sebuah pengembaraan panjang, tentu ia tak menghabiskan waktunya berlama lama di toserba--yakni alam dunia--dengan barang tak jelas guna ;

Ambil yang perlu, secukupnya, sesuai ketetapan -Nya. Jangan terjebak bujuk rayu toserba dengan segala manis kembang gula. Sakit gigi kau dibuatnya. (Lagipula, kemana kau bisa cari klinik gigi di alam baka?)

Dan, tak perlu cemas gelagapan bila sang "teman" memanggilmu, menepuk bahu, dan mengajak pergi. Toh, kita hendak melanjutkan perjalanan  dari sebuah toserba sempit di simpang jalan menuju hamparan luas bukit hijau dan padang-ilalang yang menyimpan sejuta rahasia beserta kemungkinan.
Doakan saja, agar mereka yang tengah mengembara mendahului kita dari “toserba” menemukan jalan terang menuju haribaan-Nya...



...tanpa tersandung sisir dan tisu yang tercecer.


Semoga. 

*lirik lagu “Berlayar di Daratan”-Semakbelukar

** foto ilustrasi : freeimages.com 

Sederhana

Jadi gini ; Ini adalah tulisan pertama yang diunggah pada 2017. Dan, sekaligus juga ku berlakukan sebagai postingan penanda, bah...